Elan Biantoro pada Workshop Media |
polreskepulauanseribu.com - Investasi membutuhkan modal yang sangat besar, dan berisiko tinggi. Artinya, investasi di Indonesia nantinya akan minimal. Sebab, perusahaan dalam negeri untuk di minyak bidang hulu tidak sekuat perusahaan-perusahaan asing. Karena itu, Pertamina butuh penemuan-penemuan eksplorasi (sumur) baru untuk meningkatkan cadang minyak di Indonesia.
"Saat ini, kita sedang dalam masa yang bukan lampu kuning lagi, tapi hampir mendekati merah," kata Kabag Humas SKK Migas Elan Biantoro kepada Bekasi Ekspres News disela-sela Workshop Media Kepulauan Seribu dan Jawa Barat, di Hotel Aston Marina, Jakarta Utara, Sabtu (21/12).
Elan menuturkan, status risert produksi hanya 3,7 miliar barel, dan rasio produksi terhadap cadangan minyak sudah terlalu besar. Namun hal itu dinilai tidak baik. Karena, minimum produksi dalam naturalnya pekerjaan perminyakan adalah optimum production agar umur lapangan bisa panjang.
"Jadi, begitu risert production atau tahun produksinya hanya 11 tahun, maka menjadi hal berbahaya bagi kita," katanya.
Ia mengakui, signifikan cadangan minyak itu akan mengalami drop ketika tidak ada lagi penemuan sumur baru. "Yang semula dapat mencapi 800 barel, maka sekarang ini bisa jadi 100 hingga 200 barel," ujarnya.
Menurutnya, untuk mengantisipasi hal tersebut pemerintah perlu mengintensifkan eksplorasi dan membuat iklim investasi yang kondusif di Indonesia.
Namun, Elan melihat kondisi saat ini adalah disamping regulasi yang berganti-ganti, juga gangguan-gangguan non teknis semakin banyak, seperti contohnya perizinan.
"Untuk melakukan kegiatan satu eksplorasi baru saja dibutuhkan 69 perizinan," ungkapnya.
Menurutnya, ketika kondisinya masih seperti itu, sangat berat untuk bisa meningkatkan cadangan baru. "Diharapkan, ada regulasi yang memihak kepada iklim investasi kondusif," demikian Elan Biantoro.[senjatama]